KONSEP DIRI
Konsep diri pada dasarnya merupakan persepsi atas diri kita. Dalam mempersepsi diri itu, kita menempatkan diri kita sebagai subjek yang menanggapi diri sendiri sekaligus sebagai objek yang ditanggapi. Ringkasnya, saat kita mempersepsi diri sendiri, kita memandang diri kita sebagai subjek sekaligus objek. Dengan melihat pada diri kita sendiri itulah maka kita akan sampai pada kesimpulan dan penilain pribadi terhadap diri kita sendiri.
Dalam konsep diri ini, kita bisa membayangkan bagaimana kita bercermin untuk mengetahui siapa sesunguhnya diri kita. Menurut Rakhmat (1985:124) menjelaskan proses bercermin diri itu melalui tahapan-tahapan berikut ini. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami rasa bangga atau kecewa pada diri kita sendiri.
Debes merumuskan konsep diri dengan mengutif Devito, ”merupakan gambaran siapa diri kita sebenarnya.” Menurut Debes, konsep diri juga dinyatakan sebagai keseluruhan gambaran tentang diri kita. Maksud keseluruhan gambaran disini mencakup diri psikologis, diri fisik, diri spiritual, diri sosial, dan diri intelektual.
Sedangkan William D. Brooks (dalam Rakhmat, 1998:125) menyebut konsep diri sebagai ”persepsi-persepsi fisik, sosial, dan psikologis atas diri kita sendiri yang bersumber dari pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain”. Berdasarkan definisi dari Brooks tersebut, kita bisa menguraikannya sebagai berikut.
- Persepsi fisik, yang berkaitan dengan bagaiman akita mempersepsi diri kita secara fisik. Apakah kita ini termasuk orang yang tampan/cantik, biasa-biasa saja atau jelek? Apakah badan kita terlihat gagah atau tidak menarik?
- Persepsi sosial, yang berkaitan dengan bagaimana orang lain tentang diri kita. Apakah ini termasuk orang yang mudah bergaul, cenderung menyendiri, disukai orang lain atau orang yang ingin menang sendiri.
- Persepsi psikologis, yang berkaitan dengan apa yang ada pada ”dalam” diri kita. Apakah saya ini orang yang keras pendirian atau keras kepala? Apakah saya termsuk orang yang bahagia karena apa saya bahagia?
- Pengalaman, yang terkait dengan sejarah hidup kita. Sejak mulai kita dilahirkan hingga usia saat ini tentu mengalami berbagai hal yang berpengaruh pada diri kita. Misalnya, kita menjadi keras kepala karena sering diperlakukan sebagai anak yang berada pada pihak yang salah.
- Interaksi dengan orang lain, yang terkait bagaimana interaksi dengan orang lain akhirnya membentuk persepsi psikologis bahwa dirinya termasuk orang yang tidak bisa bekerja.
PERSEPSI
Rakhmat (1985:64) merumuskan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga membuat kita bisa mendapatkan makna dari stimuli indrawi kita. Misalnya, kita memperoleh informasi melalui indera peraba kita bahwa air minum yang ada digelas itu panas, meminumnya lebih dulu. Kita memiliki persepsi, meminum air panas itu tidak nyaman pada lidah kita.
Persepsi itu dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor-faktor personal dan situasional serta fungsional dan struktural. Disamping ada faktor lain yang juga menentukan persepsi, yakni perhatian (attention). Perhatian, tulis Rakhmat 1985:64) yang mengutip Kenneth E. Anderson adalah proses mental ketika stimuli atau rangkain stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian itu akan ditentukan oleh faktor situasional dan personal.
Secara ringkas, bagai proses mempersepsi yang dipengaruhi berbagai faktor tersebut dapat dilihat pada Gambar berikut.
Filter Unik Persepsi Individu |
Gambar tersebut menjelaskan aspek lain dari persepsi, yakni adanya
saringan atau filter yang unik bagi setiap individu. Disebut unik karena yang
menjadi menyaring persepsi kita itu berbeda-beda untuk tiap individu. Filter
tersebut ditentukan, antara lain oleh sikap, pengetahuan, nilai-nilai,
keyakinan, ekspektasi, bahasa dan pendidikan. Misalnya, ada dua individu yang
berbeda tingkat pendidikan, ekspetasi, dan sikap membaca berita-berita
kriminalitas dikoran. Persepsi mereka atas dunia, tentunya akan berbeda.
Individu yang satu memandang dunia menjadi semakin tidak aman. Sehingga kriminalitas
terjadi di mana-mana. Individu yang satu lagi mempersepsi apa yang tampil di
koran itu tidak mencerminkan keadaan, melainkan hanya melaporkan peristiwa yang
dipandang akan menarik perhatian pembaca.
KONSEP DIRI
DAN KOMUNIKASI
Dalam komunikasi antarpribadi
kita menemukan keunikan. Dalam komunikasi antarpribadi ada hal-hal yang –
sebutlah bersifat otonom dan berbeda dari bentuk-bentuk komunikasi yang lain.
Dalam komunikasi antarpribadi juga terjadi interaksi sehingga komunikasinya
tidak bersifat statis melainkanmerupakan kegiatan yang aktif dan terpadu di
antara manusia. Dengan sendirinya, konsep diri orang yang berkomunikasi menjadi
sangat penting dan berpengaruh terhadap berlangsungnya komunikasi yang dinamis
itu.
Self-Disclosure
dalam Komunikasi Antarpribadi
Tubbs dan Moss (2000:12)
mendefinisikan sebagai ”membeberkan informasi tentang diri kita”. Joseph A.
Devito (1986) menyebut self-disclosure sebagai suatu bentuk komunikasi dimana
informasi tentang diri kita yang biasanya disimpan atau disembunyikan,
dikomunikasikan pada orang lain”. Sedangkan Fisher (1986:261) mendefinisikan
self-disclosure sebagai ”penyingkapan
informasi tentang diri yang ada pada saat lain tidak dapat diketahui oleh pihak
lain”. Sedangkan informasi yang diungkapkan pada umumnya merupakan informasi
yang sangat mempribadi. Dengan demikian, melalui self-disclosure ini kita
ungkapkan atau menyatakan diri kita terhadap lawan komunikasi kita.
Dalam prosesnya, self-disclosure
ini bersifat timbal balik (Griffin, 2003:135). Artinya, keterbukaan kita akan
diimbangi juga oleh keterbukaan lawan komunikasi kita atau sebaliknya. Hal
seperti ini berlangsung terutama pada awal relasi di antara dua manusia.
Berdasarkan pandangan ini maka self-disclosure tidak akan terjadi apabila salah
satu pihak yang terlibat dalam komunikasi menunjukan ketertutupan dirinya.
Dengan demikian, apabila kita ingin melangsungkan komunikasi antarpribadi yang
mengembangkan relasi pribadi yang baik maka diperlukan self-disclosure dari
kedua belah pihak. Oleh karena itu, Tubbs dan Moss (2000:13) menyatakan bahwa
self-disclosure merupakan bagian integral dari komunikasi diantara dua orang
sekaligus menjadi ciri dari komunikasi antarpribadi.
No comments:
Post a Comment